Revitalisasi Industri Baja 2008

Departemen Perindustrian akan melakukan revitalisasi industri baja nasional menyusul maraknya serbuan produk pipa baja murah asal China ke pasar domestik.

Sebagai solusi jangka pendek, pemerintah tengah memikirkan mekanisme pengaman (safeguard) dan kebijakan antidumping.

“Dilema yang kita hadapi bahwa kita tidak melakukan revitalisasi terhadap pabrik pipa baja sejak lima tahun terakhir. Negara seperti China sudah mempunyai suatu fasilitas produksi yang lebih modern,” kata Direktur Logam Depperin Putu Suryawirawan di Jakarta, Rabu (29/8).

Ia mengatakan, infrastruktur dan fasilitas pabrik akan memperkecil selisih biaya bahan baku baja lembaran panas (Hot Rolled Coils/HRC) dengan pipa baja yang dihasilkan. Sebaliknya, industri baja dalam negeri relalif lamban dalam melakukan revitalisasi.

Oleh sebab itu, kata Putu, awal tahun depan pemerintah mulai mendorong revitalisasi industri baja dalam negeri.

“Tidak adanya revitalisasi otomatis membuat beberapa pabrik pipa baja kita jadi korban. Kita harus segera merevitalisasi industri baja kita dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan,” papar Putu.

Seperti diketahui, sejumlah produsen pipa baja yang tergabung dalam Gapipa mengeluhkan serbuan produk pipa baja murah China yang beredar di pasar dalam negeri.

Kehadiran pipa baja murah dari China ini benar-benar memukul kinerja industri pipa dalam negeri. Harga pipa baja China dijual sebesar US$625 per ton, sedangkan harga bahan baku HRC US$600 per ton.

Artinya, harga pipa baja China hanya berbeda US$25 per ton dibandingkan harga bahan bakunya. “Kami tidak mungkin menang bersaing dengan China, karena itu pemerintah perlu menerapkan kebijakan kuota impor atas produk pipa baja China itu,” kata Wakil Ketua Gapipa Untung Yusuf.

Antidumping

Menanggapi hal itu, Depperin menegaskan, kebijakan kuota impor tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah Indonesia saja. Sebab, kuota impor bertentangan dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Oleh karena itu, pilihan yang dinilai memungkinkan adalah dengan penggunaan instrumen safeguard dan kebijakan antidumping.

Dari kedua pilihan itu, Putu mengatakan, kebijakan antidumping memiliki kelebihan dibandingkan safeguard.

Pasalnya, instrumen safeguard dinilai lemah karena bukan hanya China yang bakal terkena instrumen tersebut. “Tetapi semua negara kecuali negara-negara berkembang,” imbuhnya.

Menurut Putu, penerapan kebijakan anti dumping dinilai relevan untuk melindungi industri pipa baja nasional. Namun demikian, dibutuhkan waktu relatif lama untuk menerapkan kebijakan ini karena memerlukan investigasi terlebih dulu.

“Kita perlu menyelidiki apakah China melakukan dumping. Artinya, mereka menjual produk pipa baja di pasar luar negeri lebih murah dibanding di dalam negeri,” ujar Putu.

Jika China terbukti menjual produk lebih murah dibandingkan di pasar dalam negerinya, maka Komite Antidumping Indonesia (KADI) harus cepat menerapkan sistem antidumping agar masalah komoditas pipa baja dumping yang merebak di pasar dalam negeri segera teratasi, dan tidak menimbulkan kerugian yang berlarut-larut di kalangan produsen.

Comments

Popular posts from this blog

BSN TETAPKAN 67 SNI BARU

THE MOSQUE OF TIANJIN - CHINA

LIST OF MANDATORY SNI - 2014