TAHUN 2008, IMPOR KOMPONEN MANUFAKTUR MELONJAK 77,6%

JAKARTA: Nilai impor komponen produk manufaktur hingga akhir tahun ini diprediksi mencapai US$8,63 miliar atau melonjak 77,6% dibandingkan dengan realisasi pada 2007 seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri di dalam negeri.
Lonjakan permintaan komponen produk manufaktur di dalam negeri tidak mampu direspons oleh industri komponen nasional untuk menyediakan pasokan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh industri penunjang manufaktur yang belum berkembang optimal.
Kondisi ini membuat produk impor leluasa masuk. Akibatnya, beberapa industri strategis seperti otomotif, mesin dan peralatan, elektronika, dan perkapalan nasional kian bergantung pada pasokan impor. Lonjakan impor komponen pada tahun ini diperkirakan menjadi rekor tertinggi sepanjang delapan tahun terakhir.
Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengakui kinerja industri komponen nasional masih lemah sehingga perlu ada upaya terobosan agar industri komponen nasional bisa merespons lonjakan permintaan sektor manufaktur strategis.
"Tak mengherankan apabila kebutuhan komponen sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Keadaan ini memang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor," kata Fahmi, seusai Rapat Koordinasi Internal Eselon I Depperin, kemarin.
Berdasarkan prediksi Departemen Perindustrian, impor yang akan terus melonjak pada tahun ini berasal dari sektor otomotif (roda dua dan empat) di atas 100% dari US$2,3 miliar pada 2007 menjadi US$4,6 miliar.
Lonjakan impor itu diprediksi berasal dari No. HS (subproduk/barang) seperti aksesori (naik 70% jadi US$1,972 miliar), poros transmisi dan engkol, rumah bantalan, gir dan gearing, ballscrew, mesin-mesin piston, starter (penghidup elektrik), generator dan sakelar, dengan total kenaikan sekitar US$2,63 miliar.
Di sektor mesin dan peralatan, impor komponen dipastikan naik fantastis 80,5% dari US$2,8 miliar menjadi US$5,05 miliar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya telah memperkuat sinyalemen atas lonjakan impor di sektor barang modal tersebut. Sepanjang Januari-Juli 2008, impor mesin/pesawat mekanik (termasuk komponen) berkontribusi terbesar terhadap impor nasional dengan nilai US$10,35 miliar atau 17,98% dari total impor nonmigas Indonesia. Beberapa sektor manufaktur di dalam negeri seperti pulp dan kertas, baja, pertekstilan, petrokimia, hingga semen, menyerap kebutuhan komponen mesin peralatan.
Di sektor elektronik, impor komponen berupa kabel, kawat diisolasi, konduktor listrik, perangkat telepon, kabel serat optik, sirkuit listrik, diperkirakan terdongkrak 50% dari US$3,37 miliar pada 2007 menjadi US$5,07 miliar.
Di industri galangan kapal, permintaan komponen berupa turbin uap air, mesin piston dan pembakaran dalam kompresi (mesin diesel/semi diesel) diperkirakan juga akan meningkat signifikan hingga 80% dari US$100,5 juta menjadi US$180,9 juta.
"Industri galangan kapal nasional mengalami pertumbuhan yang bagus pada tahun ini, bahkan industri sampai kelebihan order," kata Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi, kemarin.
Naik 145%
Depperin mencatat pertumbuhan impor komponen empat sektor manufaktur strategis (otomotif, mesin peralatan, elektronik dan kapal) sepanjang lima tahun terakhir (2002 - 2007) telah melonjak hingga 145%.
Menperin menilai tingginya impor komponen manufaktur ini di satu sisi menunjukkan pergerakan positif atas kinerja empat sektor manufaktur strategis di dalam negeri, tetapi, di sisi lain, besarnya pertumbuhan impor dikhawatirkan dapat memangkas devisa negara sehingga dapat memicu defisit perdagangan. Selain itu akan kian melemahkan kinerja industri komponen nasional.
Di sektor galangan kapal, paparnya, kinerja industri komponen kapal masih lemah karena basis industri baja nasional belum mampu mendiversifikasi berbagai produk. "Masih banyak produk-produk baja yang belum tersedia di Indonesia untuk membuat komponen kapal laut. Kalau industri besi baja tidak maju pesat, industri komponennya tidak akan berkembang," katanya.
Untuk meringankan beban industri strategis, katanya, pemerintah telah merintis kerja sama bilateral dengan Jepang dalam kerangka IJ-EPA (Indonesian Japan Economic Partnership Agreement) sehingga impor produk-produk komponen dari Jepang yang belum dapat diproduksi di dalam negeri mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk (BM). (yusuf.waluyo@bisnis.co.id)

Popular posts from this blog

BSN TETAPKAN 67 SNI BARU

THE MOSQUE OF TIANJIN - CHINA

LIST OF MANDATORY SNI - 2014