Hipmi: Hapuskan Utang Macet Jutaan UKM
Hipmi: Hapuskan Utang Macet Jutaan UKM
Andina Meryani - Okezone
Selasa, 13 Juli 2010 18:13 wib
JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapuskan utang terhadap jutaan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang tersandera kredit macet di bank-bank BUMN. Adapun saat ini total kredit macet (non-performing loan/NPL) senilai Rp85 triliun.
"Hipmi merekomendasikan agar utang UKM segera dihapus tagih. Selama ini bank BUMN hanya bisa menghapus buku (write off), namun belum bisa menghapus tagihan," ungkap Sekjen HIPMI M Ridwan Mustofa dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (13/7/2010).
Dia mencontohkan, dengan menghapus tagihan sebesar Rp2 triliun bagi UKM kemudian dibagi rata-rata platform kredit Rp50 juta per UKM, maka akan terdapat enam juta debitur yang memperoleh kesempatan tersebut untuk memperoleh pendanaan dari bank.
Sebenarnya pemerintah sudah berupaya menghapus tagih dengan membentuk oversight commitee atau komite pengawas bank BUMN berdasarkan PP Nomor 33/2006 mengani tata cara penyelesaian piutang negara/daerah. Namun, PP ini hanya mengakomodir kredit UKM di bawah Rp5 miliar sehingga realisasinya masih belum jelas.
"Hipmi juga mengusulkan agar kriterianya ditingkatkan menjadi Rp5 miliar ke atas hingga batas maksimal kriteria sebagai debitur UKM. Tiap-tiap bank memiliki batasan masing-masing yang disebut sebagai debitur UKM," tambahnya.
Dengan peningkatan ini maka dapat membebaskan UKM lainnya dari kredit bermasalah dan kredit UKM yang dihapus tagih diutamakan bagi yang memiliki usaha produktif dan per 31 Desember 2005 statusnya masih macet.
"Namun sejak PP itu dikeluarkan, para bankir bank BUMN masih enggan melakukan hapus tagih. Para bankir masih terganjal aturan yang lebih tinggi UU Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara atau PUPN. Di sana disebutkan, piutang BUMN merupakan piutang negara," tambahnya.
Menurutnya, landasan hukum PP 33 yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan hair cut kredit macet melalui mekanisme RUPS dinilai masih lemah, karena ada hukum yang lebih tinggi yakni UU Nomor 49 Tahun 1960. Sesuai mekanisme yang berlaku dalam UU Nomor 49 Tahun 1960, penyelesaian kredit macet tidak dapat dilakukan oleh bank BUMN dan BPD.
"Penyelesaian harus diserahkan kepada Kementerian Keuangan (dan diperlakukan sebagai piutang negara) untuk proses penyelesaian lebih lanjut. Setelah penagihan oleh Kementerian Keuangan, hasilnya dikembalikan kepada BUMN/BUMD bersangkutan," jelasnya.
Proses hapus tagih kredit hanya dapat dilakukan setelah diproses melalui Ditjen Kekayaan Negara dengan persetujuan Menteri Keuangan. Jika dibandingkan dengan proses hapus tagih di bank swasta lebih sederhana karena hanya perlu persetujuan dari RUPS, maka mekanisme penyelesaian kredit macet di Ditjen Kekayaan Negara akan sulit untuk menerapkan harga diskon, seperti dilakukan di swasta karena dikaitkan dengan isu penyelamatan uang negara.
"Padahal bila kredit macet bisa dijual diskon, hal yang akan dapat membantu bisnis bank BUMN dan BPD, terutama untuk penguatan modal dan ekspansi," tandasnya.
(wdi)
Comments