IKM Tekstil Agar Gunakan Pewarna Alami Gambir, Dorongan Kemenperin

Kementerian Perindustrian mendorong industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dapat memanfaatkan buah gambir sebagai pewarna alami pada batik dan tenun. Dari hasil pengujian, pewarna alami gambir menujukkan corak khas warna yang menarik dan tahan luntur.
“Pewarnaan alami gambir secara teknologi, ekonomi, sosial, dan lingkungan sangat layak diterapkan dalam skala komersial pada IKM tekstil,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar pada acara Desiminasi Hasil Litbang Tahun 2016 di Balai Riset Standardisasi (Baristand) Industri Padang, dikutip dari keterangan resmi, akhir pekan lalu.
Pada kesempatan tersebut, Haris didampingi Kepala Baristand Industri Padang Prima Yudha Hayati melakukan secara simbolis Peluncuran Pemakaian Baju Seragam dengan Pewarnaan Alami Gambir kepada perwakilan pegawai Baristand Industri Padang. Pewarnaan alami gambir pada batik dan tenun merupakan salah satu riset yang ditemukan Baristand Industri Padang.
Menurut Haris, keunggulan kain yang dihasilkan dengan pewarna alam gambir bila dibandingkan dengan pewarna sintetis adalah warnanya yang khas, unik, dan punya daya tarik tersendiri sehingga memberi kesan eksklusif bagi yang memakainya. Selanjutnya, kualitas bahan yang dihasilkan juga cukup baik yang dapat dilihat dari uji ketahanan luntur warnanya.
“Pemanfaatan gambir sebagai pewarna alam pada batik dan tenun merupakan prospek yang bagus untuk dikembangkan. Warna yang dihasilkan ke arah kecokelatan dengan ketuaan warna yang berbeda-beda tergantung jenis mordan atau pengikat warna yang digunakan,” paparnya.
Di samping itu, Haris menekankan, pemanfaatan gambir sebagai pewarna alam untuk produk tekstil merupakan salah satu alternatif untuk substitusi bahan pewarna sintetis yang selama ini masih impor. “Pemanfaatan itu juga mampu meningkatkan nilai tambah buah gambir itu sendiri dan kesejahteraan petaninya,” ungkapnya.
Haris memastikan, zat warna alam gambir lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan zat warna sintetis. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan batik dengan gambir adalah bahan-bahan alam yang biodegradable sehingga pengelolaan limbah yang dihasilkan lebih mudah dibandingkan dengan pengelolaan zat warna sintetis yang umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia berbahaya.
Ia menyampaikan, gambir merupakan salah satu produk unggulan Provinsi Sumatera Barat dan sebagian besar produksinya diekspor. “Sumatera Barat merupakan sentra produksi gambir di Indonesia dan memasok komoditas ini ke pasar dunia mencapai sekitar 80 persen. Setiap tahun, produksi gambir dari provinsi Sumatera Barat menembus angka 17 ribu ton,” tuturnya.
Kementerian Perindustrian, melalui Baristand Industri Padang telah mengembangkan produk gambir untuk menjadi tinta pemilu, tinta stempel, penyamakan kulit, dan zat anti oksidan yang alami. Keunggulan stempel dan tinta dari gambir ini tahan rembes ketika digunakan pada kertas. Produk ini telah dipakai di lingkungan Pemda Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat.
Baristand Industri Padang juga telah menghasilkan beberapa penelitian pengembangan dan perekayasaan industri terapan di bidang pangan berbasis pertanian seperti olahan umbi-umbian, olahan pisang, olahan kentang, olahan cassiavera, olahan kakao, olahan Bangkuang, olahan talas, olahan jahe, dan Litbang olahan jagung.
Lembaga penelitian dan pengembangan Kementerian Perindustrian terus meningkatkan pelayanan jasanya untuk menjadi pusat inovasi dan teknologi yang dibutuhkan pelaku industri nasional. Hal tersebut mampu mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri di pasar domestik dan ekspor.
“Kami berharap, riset yang telah dilakukan Balai Besar dan Baristand Industri perlu dilanjutkan secara intensif ke jenjang terapan sehingga bisa lebih banyak digunakan oleh pelaku industri kita,” kata dia sebelumnya.
Haris mengatakan, untuk mempercepat hasil inovasi agar dapat dikomersialisasikan, beberapa strategi yang perlu dilakukan, antara lain peneliti mencari solusi dari permasalahan yang kerap dihadapi pelaku industri seperti meminimalkan jumlah energi yang digunakan dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam proses produksi.
“Selain itu, peneliti mencari solusi untuk mensubstitusi ketergantungan impor bahan baku atau bahan penolong dari berbagai kelompok industri dalam rangka menghemat devisa negara,” tambahnya.
Di samping itu, Haris menyampaikan, peneliti atau perekayasa sudah saatnya merubah orientasi dengan melakukan kegiatan litbang yang menghasilkan paten bernilai komersial. “Semakin banyak permohonan paten di suatu negara, semakin kompetitif negara tersebut,” ujarnya.


Selama periode 2009-2014, jumlah permohonan paten dari Indonesia melalui biro internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean.

Comments

Popular posts from this blog

BSN TETAPKAN 67 SNI BARU

THE MOSQUE OF TIANJIN - CHINA

LIST OF MANDATORY SNI - 2014