PELUANG BISNIS PERTAMBANGAN MINERAL TAHUN 2011

Bisnis pertambangan mineral dan batubara di Indonesia memasuki babak baru dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). UU ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan Umum.

Perubahan mendasar dari UU pertambangan yang baru ini antara lain meliputi sistem perijinan pertambangan dari semula berdasarkan kontrak menjadi sistem berdasarkan ijin, yaitu Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan melalui tender kecuali untuk perusahaan pertambangan milik negara (BUMN). Dalam UU yang baru itu juga dinyatakan bahwa Kontrak Karya (KK) yang ada akan tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak, namun perpanjangan atas KK dilakukan melalui penerbitan IUP.

Untuk itu, sebagai pedoman teknis, pada Februari 2010 pemerintah melalui KESDM telah menerbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP No. 22/2010 dan 23/2010. PP No. 22 yang mengatur pembentukan area pertambangan dengan menggunakan ijin usaha pertambangan (IUP) yang baru. Sedangkan PP No. 23 menetapkan prosedur untuk memperoleh IUP. Dan pada 5 Juli 2010, juga telah diterbitkan PP No. 55/2010 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara. Dengan demikian, masih terdapat satu PP yang belum diterbitkan yaitu PP tentang Reklamasi dan Pasca tambang.

Selain KK, dengan berlakunya UU No.4/2009 tentang Minerba, maka status KP harus diubah menjadi IUP. IUP sendiri merupakan izin untuk melaksanakan usaha pertambangan yang terdiri atas dua tahap yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Dalam hal ini, IUP Eksplorasi merupakan izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan. Sementara IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi. Dan kedua IUP itu diberikan setelah perusahaan memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) melalui cara lelang.

Di sisi lain, untuk meningkatkan nilai tambah (added value), terdapat kewajiban bagi investor untuk memproses semua produk pertambangan menjadi logam di Indonesia, baik dengan mendirikan pabrik peleburan (smelter) sendiri atau menggunakan fasilitas peleburan pihak lain. Oleh karena itu, dalam 5 (lima) tahun sejak tahun 2009, tidak diperbolehkan lagi melakukan ekspor komoditas tambang dalam bentuk bahan baku mentah (raw material). Seperti diketahui, hingga kini terdapat beberapa pabrik peleburan yang beroperasi di Indonesia antara lain Smelting Gresik yang mengolah konsentrat tembaga hasil produksi Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara, Inco dan Aneka Tambang yang mengolah bijih nikel menjadi nikel matte dan ferronikel. Sementara PT Timah dan Kobatin serta beberapa smelter dengan skala kapasitas kecil mengolah bijih timah. Dan satu-satunya produsen penghasil aluminium adalah Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang kini dalam proses perpanjangan kontrak dengan pemerintah.

Dengan adanya kewajiban untuk memproses semua produk pertambangan menjadi logam di dalam negeri, maka kini terdapat beberapa investor baru yang berminat membangun smelter, misalnya Nusantara Smelting Corp., National Aluminium Co., Jogja Magasa Mining Iron dan Konsorsium Mangan yang merencanakan membangun smelter di Nusa Tenggara Timur.

Selain itu, BUMN pertambangan Aneka Tambang sedikitnya akan membangun lima smelter dan pabrik pengolahan mineral yaitu pabrik Feronikel (FeNi) di Halmahera yang bekerja sama dengan Jinchuan Group Ltd. & Hanson Grup, Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan, Smelter Grade Alumina (SGA) Mempawah, pabrik besi baja di Kalimantan Selatan yang bermitra dengan Krakatau Steel dan pabrik Nickel Pig Iron (NPI) di Mandiodo. Sedangkan PT Timah setelah mengoperasikan pabrik tin solder di Riau, kini tengah merampungkan proyek pabrik tin chemical di Cilegon, Banten. Secara keseluruhan, total investasi proyek-proyek baru tersebut diperkirakan mencapai lebih dari US$ 10 miliar.

Sementara itu, Bumi Resources Minerals (BRM) yang dijadwalkan akan melakukan listing di Bursa Efek Indonesia pada awal Desember 2010, juga tengah mempersiapkan pengembangan proyek-proyek tambang mineral yaitu seng dan timah hitam di Dairi, Sumatera Utara, emas-tembaga dan molybdenium masing-masing di Palu, Sulawesi Tengah dan Gorontalo serta tambang Batu Hijau di Sumbawa Barat melalui kepemilikan saham tidak langsung sebesar 18% di Newmont Nusa Tenggara (NNT). Sedangkan Rio Tinto yang merupakan perusahaan tambang asal Australia akan merealisasikan proyek tambang nikel di kabupaten Konawe dan Morowali, Sulawesi Tengah dengan investasi senilai US$ 2 miliar

Di tengah tingginya kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara, beberapa masalah masih menghambat perkembangan industri pertambangan, seperti tumpang tindih lahan tambang dengan hak penguasaan hutan (HPH)/hutan tanaman industri (HTI)/perkebunan dan hutan konservasi, peralihan sistem kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan (IUP) dan keinginan pemerintah daerah menerbitkan kuasa pertambangan (KP).

Masalah krusial dalam tumpang tindih lahan adalah kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung. Sesuai UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, pasal 38 ditetapkan hutan lindung tertutup bagi kegiatan pertambangan dengan sistem open pit. Hal ini didasarkan atas kepentingan penyelamatan ekologi hutan tropis Indonesia. Padahal cadangan mineral terbesar justru berada di kawasan hutan lindung. Aturan itu juga membuat pengusaha tambang mengalami kesulitan untuk menentukan titik eksploitasi, karena sebagian areal hutan lindung berimpitan dengan lahan konsesi pertambangan. Untuk itu, telah diterbitkan PP No. 10/2010 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dan PP No. 24/2010 tentang penggunaan kawasan hutan yang diterbitkan pada Februari 2010.

Terkait dengan hal itu, PT Mediadata Riset Indonesia sebagai perusahaan jasa penyedia data dan informasi, telah menerbitkan kajian atau studi mengenai Peluang Bisnis Pertambangan Mineral di Indonesia (Pasca UU Minerba), November 2010. Pada studi ini, pembahasannya meliputi cadangan tambang mineral, status perusahaan tambang mineral menurut KK Generasi I-VII, perkembangan produksi mineral, penjualan di pasar domestik, harga dan perkembangan ekspor. Selain itu, dilengkapi juga pembahasan mengenai perkembarngan proyek-proyek di sektor pertambangan mineral dan profil perusahaan-perusahaan pertambangan mineral yang beroperasi di Indonesia.

Kami berharap, studi ini akan bermanfaat bagi kalangan bisnis terutama para pengambil keputusan di sektor pertambangan mineral, kalangan bisnis yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan industri pertambangan mineral seperti sektor perbankan, jasa asuransi, perkapalan dan perdagangan. Selain itu, studi ini juga bermanfaat bagi para investor atau calon investor yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan yang aktif di bisnis pertambangan mineral di Indonesia saat ini.

Comments

Popular posts from this blog

BSN TETAPKAN 67 SNI BARU

THE MOSQUE OF TIANJIN - CHINA

LIST OF MANDATORY SNI - 2014