KONDISI INDUSTRI BAJA MENGHADAPI PASAR BEBAS AFTA

Kondisi industri baja tahun 2008 mengalami pencapaian spektakuler, namun tahun berikutnya 2009 jatuh hingga ketitik ekstrim. Meski pada 2008 paruh pertama sektor ini mampu mencetak laba signifikan dari pergerakan harga baja di pasar dunia, namun keuntungan yang diraih produsen pupus hanya dalam waktu tiga bulan. Sejumlah perusahaan baja hulu dan hilir meraup untung dari tingginya harga baja dunia seperti HRC-hot rolled coil yang sempat menembus US$ 1.250 per ton pada Juli 2008, namun sejak September harga baja merosot dengan cepat hingga hanya US$ 450 per ton pada Desember tahun itu juga. Merosotnya harga baja HRC tersebut bertahan hampir di sepanjang tahun 2009, bahkan Mei 2009 mencapai titik terendah hanya US$ 395 per ton.

Dengan demikian, kinerja produksi dan penjualan industri baja di dalam negeri merosot drastis sepanjang 2009. Sehingga tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) tercatat hanya 35%-40% dari kondisi normal yang berkisar 60%.Sementara itu, dari sisi konsumsi juga cenderung stagnan dibandingkan dengan penyerapan pasar pada 2008 yang mencapai 10 juta ton. Penurunan produksi pemanfaatan bahan baku berupa bijih besi dan produk baja setengah jadi (semi finished) yang sebagian besar dipasok dari impor itu merosot tajam. Kemerosotan kinerja sepanjang 2009 tersebut disebabkan imbas resesi keuangan dunia yang menekan harga baja hingga lebih dari 50%.

Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Februari 2010 menunjukkan nilai impor produk besi dan baja (kelompok pos tarif No. 72) sepanjang 2009 merosot 47,37% dari US$8,282 miliar menjadi hanya US$4,357 miliar.Pada sisi lain, impor barang dari besi dan baja (HS No. 73) pada 2009 juga merosot 16,55% dibandingkan dengan 2008 dari US$3,335 miliar menjadi US$2,783 miliar. Sehingga berdsarkan data itu, Sehingga berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sepanjang 2009 pertumbuhan industri logam dasar besi dan baja merosot ke titik terendah sepanjang 5 tahun terakhir menjadi -7,19% dibandingkan dengan 2008 yang masih tumbuh sebesar 1,3%.

Kondisi harga baja dunia baru pulih mengalami peningkatan yang cukup signifikan di penghujung tahun 2009, dimana pada Desember 2009 harga HRC dunia menyentuh US$ 585 per ton dan Februari 2010 meningkat menjadi US$ 620 per ton. Diperkirakan pada tahun ini harga HRC dunia bisa menembus titik tertinggi US$800 per ton, di didorong oleh kenaikan harga bijih besi (iron ore) dan pemulihan ekonomi global sejak November 2009.

World Steel Association (Worldsteel), mengungkapkan negara-negara pemasok bijih besi, seperti Brazil dan Australia, kini meningkatkan harga bahan baku karena China, India, dan Kawasan Timur Tengah masih menjaga kestabilan produksi baja di titik tertinggi. Sementara itu, harga besi bekas (scrap) yang menjadi bahan baku kelompok baja long product, seperti besi profil dan penunjang infrastruktur, juga meningkat di kisaran yang lebih rendah.

China sebagai produsen baja terbesar di dunia memiliki pasokan baja yang sangat melimpah dalam menghadapi kenaikan permintaan tahun ini.Di tengah resesi global, China justru memacu produksi baja secara besar-besaran hingga melonjak 13,5% menjadi 567,8 juta ton. Karena itu, kalangan pengusaha mengkhawatirkan dampak implementasi liberalisasi pasar ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dapat memacu impor baja secara besar-besaran dari China. Bahkan, Kementrian Perindustrian sempat memprediksikan implementasi ACFTA dapat menyebabkan impor baja asal China pada 2010 meroket 170,76% dibandingkan dengan realisasi impornya pada 2009 dari 554.000 ton menjadi 1,5 juta ton.

Implementasi ACFTA akan menyebabkan nilai komponen bea masuk produk baja China dihapuskan, padahal China masih memberikan fasilitas export VAT rebate (subsidi pajak) 9%-13% di sektor baja. Keadaan itu menyebabkan harga baja China semakin kompetitif dibandingkan dengan produk baja lokal. Akibatnya harga baja dunia bisa mereka kendalikan, sedangkan produsen di dalam negeri sulit menyaingi China karena dihadapkan pada kenaikan biaya produksi, bahan baku, transportasi, begitu juga belanja pemerintah yang menyerap produk baja lokal masih rendah.

Dalam menghadapi pasar bebas ACFTA ini, pemerintah berencana memundurkan jadwal pelaksanaannya, khusus untuk produk baja yang semula tahun ini menjadi pada 2018. Begitu juga upaya Kemenperin untuk memperketat produk impor baja asal China dengan menerapkan SNI wajib untuk sejumlah produk yang belum ber-SNI,seperti CRC (cold rolled coil). Kemudian Permendag No.21/ M-DAG/PER/6/2009, tentang importasi produk baja dan besi wajib diverifikasi lebih dahulu di pelabuhan asal muat, terhitung mulai 25 Juli 2009.

Di sisi lain, untuk meningkatkan daya saing, PT Krakatau Steel di antaranya akan mempercepat pembangunan pabrik baja hulu PT Meratus Jaya tahun ini di Kalimantan Selatan senilai US$ 250 juta. Meratus merupakan usaha patungan (joint venture) PT Krakatau Steel dan PT Aneka Tambang Tbk. Berikutnya, bekerjasama dengan BUMN Korea Selatan, Pohang Iron and Steel Company (Posco), Agustus 2010 ini PT KS akan memulai pembangunan tahap I pabrik plate mill dengan kapasitas produksi 3 juta ton di Cilegon Banten. Rencana ini merupakan bagian dari rencana pembangunan pabrik baja terpadu berbasis baja canai panas (hot rolled coils/HRC), slab (bahan baku pelat dan HRC) dan pelat baja berkapasitas total 6 juta ton senilai investasi US$6 miliar. Bahkan untuk menargetkan perolehan dana Rp 1 รข€“ 2 trilun, PT KS akan segera melakukan penawaran umum (initial public offering/IPO) pada Oktober 2010 di Bursa Efek Jakarta.

Karena itu, sangat menariknya kondisi dinamika industri baja belakangan ini, PT Media Data Riset sebagai salah satu perusahaan jasa penyedia data dan informasi, telah menyusun kajian "Kondisi Industri Baja di Indonesia dalam Menghadapi Pasar Bebas AC-FTA". Dalam studi ini, dibahas kondisi terkini industri baja hulu (bahan-baku dan baja dasar), baja kasar (slab dan bilet), baja antara HRC/CRC serta berbagai produk hilirnya. Kajian ini meliputi kapasitas produksi, perkembangan produksi, proyek baru & perluasan, konsumsi, proyeksi konsumsi, perkembangan harga dan prospeknya.

Comments

Popular posts from this blog

REKAMAN AUDIT DI PROSPERITY TIEN ENTERPRISE CO LTD KAOHSIUNG - TAIWAN

THE MOSQUE OF TIANJIN - CHINA

Tentang Standar Nasional Indonesia-SNI 8664:2018 Madu